Kasus Seksual Sedarah Terulang di Toba. Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait, Ayah dan Kakek Terancam 20 Tahun Penjara

Noktahsumutcom19/6/2023TOBASA,/asus Kriminal sangat memalukterjaďi di Tobasa Sumatera Utara. Pelaku Seksual Sedarah Terulang di Toba. Ayah dan Kakek Terancam 20 Tahun Penjara.Korban kekerasan seksual berulang-ulang dilakukan terhadap anak usia 8 Tahun yang dilakukan secara paksa dan penuh ancaman oleh ayah dan kakeknya di Desa Raut Bosi. Kecamatan Porsea di Kabupaten Porsea mendapat atensi dari Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait, Senin 19/6/2023).

Belum lagi usai kasus kekerasan seksual terhadap anak usia 3 Tahun di salah satu desa di Laguboti yang dilakukan ayah kandungnya N7 (46) berprofesi penarik becak di pasar Laguboti, lantaran istrinya sudah lama tak lagi melayani kebutuhan biologisnya akibatnya anaknya lah yang masih berusia 3 Tahun itu menjadi sasaran brutal
seksual dari ayah kandungnya bulan Mei 2023

Kasus seksual sedarah yang dilakukan ayah dan kakek kandung korban (putri kandungnya) terjadi lagi di Desa Raut Bosi. Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba.
Ironisnya, kasus hubungan seksual sedarah yang dilakukan secara paksa ini sudah terjadi sejak bulan Oktober 2022.
Menurut Kapolres Toba AKBP Taufik Hidayat Tajek. S.IK, SH melalui AKP Nelson Sipahutar Kasatreskrim Polres Toba menjelaskan bahwa pelaku benar adalah ayah SM (32) dan kakek korban DM (60). Keduanya mengaku telah melakukan kejahatan seksual sedarah secara paksa terhadap AM (8) yang masih duduk di kelas 1 Sekolah Dasar, demikian dijelaskan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dalam keterangan persnya yang dikirimkan kepada sejumlah media online, cetak dan Televisi Senin (19/6/2023)

Masih menurut AKP Nelson Sipahutar, ayah korban melakukan hubungan seksual paksa terhadap putri kandungnya sejak bulan Oktober 2022 hingga 8 Juni 2023. Sedangkan kakeknya (opungnya) DM (60) melakukannya sejak bulan Mei hingga 22 Juni 2023..yang dilakukan dengan cara korban diminta mengurut perut pelaku kemudian menyuruh korban memegang alat vital pelaku.

Dalam melakukan kekerasan seksual terhadap anak dan cucunya itu dilakukan dengan ancaman kekerasan fisik jika korban tidak menuruti kemauan bejat kedua pelaku. “Dengan ketakutan yang sangat namun korban terus dipaksa ayah dan kakeknya walaupun korban menahan sakit dan menangis saat dipaksa melakukan hubungan seksual” demikian di jelaskan Aris.

Kedua pelaku kekerasan seksual brutal terhadap anak dan cucunya itu, atas kerja cepat Unit PPA Satreskrim Polres Toba saat ini telah ditangkap dan ditahan di Mapolres Toba untuk diperiksa dan dimintai perbuatannya, tambah Aris.

Atas perkara seksual brutal terhadap anaknya baik yang terjadi di Laguboti dan di Desa Raut Bosi Porsea, sangat mendukung Polres Toba menjerat dengan UU RI Nomor 27 Tahun 2016 tentang penerapan Perpu No. 01 Tahun 3016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 34 Tahun 2002 tentang perlindungan ana, junto pasal 82 UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang Perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pidana minimal 5 tahun penjara dan maksimal 15 Tahun.
Mengingat pelaku kekerasan seksual adalah ayah dan kakek kandung korban maka kedua pelaku dapat dijerat dengan hukuman tambahan sepertiga dari pidana pokoknya menjadi 20 tahun pidana penjara. ” tidak ada toleransi dan kata damai terhadap kasus kekerasan seksual”. ”
Untuk mengawal proses hukum dan mendampingi korban baik yang terjadi di Laguboti dan di Desa Raut Bosi Porsea ini, Komnas Perlindungan Anak menugaskan Tim Pokja Perlindungan Anak Kabupaten Porsea yang dipimpin Ir. Parlin Sianipar untuk mengawal kasus ini, jelas Arist.
Atas terungkapnya secara cepat kasus-kasus kejahatan seksual yang dilakukan Satreskrim PPA Polres Toba , sudah sepatutnya Komnas Perlindungan Anak memberikan apresiasi kepada Kapolres dan memberikan penghargaan kepada Penyidik unit PPA.
Dalam kesempatan ini. Komnas Perlindungan Anak mendesak segera Bupati Toba dan jajaran pemerintahannya untuk mendeklarasi Gerakan Perlindungan Anak berbasis keluarga dan komunitas dan aksi pembatasan minuman keras dengan melibatkan gereja, kepala desa, organisasi kepemudaan, Karangtaruna, media, alim ulama maupun tokoh masyarakat dan adat. “Jangan ditunda lagi, situasinya sudah darurat”, desak Arist menegaskan.

Srisahati/Nurlince Hutabarat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://www.jelajahnews.id/