Food Estate Dinilai Gagal, Ganjar-Mahfud Mempunyai Jurus Jitu Atasi Krisis Pangan di Indonesia
JAKARTA //NoktahsumutcomCalon Presiden dan Wakil Presiden Paslon no. 3 Ganjar-Mahfud berkomitmen mengatasi krisis pangan dengan cara yang jitu, tetapi caranya bukan dengan membabat hutan untuk program Food Estate, seperti yang dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui menteri Prabowo Subianto yang sudah dianggap gagal.
“Kami berkomitmen untuk mengatasi krisis pangan namun tidak akan melanjutkan program Food Estate seperti yang sekarang sedang dibangun. Yang dilakukan dengan menyiapkan lahan luas dengan sebagian menebang hutan lalu melaksanakan usaha pertanian di atasnya”, kata Sekretaris Eksekutif TPN Ganjar-Mahfud, Heru Dewanto, pada Rabu di Jakarta.(24/1/24)
Heru kembali menjelaskan, “Ketahanan pangan menjadi salah satu komitmen pasangan Ganjar-Mahfud. Untuk mewujudkan hal itu, keduanya menempuh cara berbeda dengan Jokowi, yang memilih membabat hutan untuk Food Estate”, ujarnya.
Menurut Heru, Ganjar-Mahfud akan menempuh cara mengintegrasikan lahan-lahan petani yang kecil-kecil, hingga mencapai skala ekonomi tertentu. Sehingga dilakukan pengusahaan (korporatisasi) secara ekonomis, dalam satu ekosistem pertanian terpadu sebagai usaha bersama.
Dengan ekosistem pertanian terpadu, kata Heru, produksi pangan akan meningkat. Selain itu, ensuring ketersediaan teknologi dan aksesibilitas mekanisasi pertanian juga terjamin. Merevitalisasi produksi dengan pupuk dan pendampingan teknis optimal, tak kalah penting terkoneksi digital untuk akses pasar yang adil dan stabil.
Dalam debat keempat, 21 Januari yang lalu, Prof. Mahfud menyebut Food Estate, merusak lingkungan karena membabat hutan ribuan hektar, dan kenyataannya proyek itu gagal.
Saat awak media mengkonfirmasi Irma Suryani Lumban Gaol salah seorang petani food estate yang ikut sejak penanaman tahap awal pada 2020 untuk Food Estate menuturkan, sebagian besar lahan tersebut ditinggalkan para petani lantaran tak sanggup lagi menanam usai gagal panen.
Adapun program Food Estate dilaksanakan sejak pertengahan 2020 pada area lahan sekitar 30.000 hektare. Namun demikian, pada saat yang sama, impor beras mencapai level tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Januari 2024 yang sama, impor komoditas beras pada 2023 tertinggi dalam lima tahun terakhir. Impor itu berasal dari Thailand dengan volume 1,38 juta ton atau mencakup 45,12% dari total impor beras.
Adapun beberapa faktor utama kegagalan Food Estate tersebut diantaranya;
Pertama, terjadi pemaksaan perubahan pola tanam yang mengakibatkan gagal panen serta hasil produksi yang tidak maksimal untuk periode selanjutnya.
Kedua, masih gagalnya implementasi kegiatan skema ekstensifikasi di kawasan pertanian yang tidak berjalan maksimal.
Ketiga, pembukaan lahan yang dilakukan oleh pemerintah masih belum siap untuk ditanam karena masih banyak kayu dan akar yang tidak dibersihkan.
Keempat, masih banyak saluran air tidak dibuat untuk jalur irigasi pertanian.
Kelima, tidak melibatkan masyarakat terkait pembangunan food estate sehingga masih banyak informasi yang terlewat dan kurangnya partisipasi dari masyarakat.
Dengan demikian untuk kedepan masyarakat Indonesia harus lebih cerdas untuk memilih calon Pemimpin Masa Depan Indonesia yang dapat menjalankan projek gagal tersebut, dan Artikel ini adalah hasil kolaborasi Media Cyber Seluruh Indonesia bersama 7 panel ahli di Indonesia.(Red/Tim)